Apakah emosi mengendalikan keputusan trading Anda? Kenali 10 tanda revenge trading dan pelajari cara menghentikannya sebelum merugikan akun Anda.
Revenge trading adalah kondisi di mana seseorang melakukan transaksi secara impulsif setelah mengalami kerugian, dengan tujuan utama untuk “membalas” atau memulihkan modal secara cepat. Ini bukan berdasarkan analisa, tetapi murni didorong oleh emosi dan ego.
Banyak trader yang tidak sadar sedang terjebak revenge trading — yaitu kecenderungan untuk trading secara emosional demi membalas kerugian sebelumnya. Perilaku ini sering kali muncul karena frustrasi, amarah, atau keinginan untuk segera "menang kembali", dan bisa menyebabkan kerugian besar, overtrading, bahkan kelelahan mental.
Revenge trading berakar dari bias psikologis dan emosi yang kuat. Salah satu penyebab utamanya adalah loss aversion atau keengganan terhadap kerugian—konsep penting dalam teori prospek—yang membuat trader merasakan kerugian jauh lebih menyakitkan dibandingkan kepuasan saat meraih keuntungan.
Dorongan emosional ini sering kali membuat trader terjebak dalam keinginan untuk membalas kerugian secara impulsif. Ketika hal ini dikombinasikan dengan stres, ego, dan rasa frustrasi, trading pun berubah menjadi tindakan emosional, bukan strategi yang rasional. Inilah ciri khas dari trading berdasarkan emosi, yang dapat mengacaukan disiplin dan mengarah pada kerugian yang lebih besar.
1. Menambah ukuran lot setelah rugi
Meningkatkan ukuran lot setelah loss dengan harapan bisa “balik modal” cepat adalah salah satu ciri utama revenge trading. Ini adalah keputusan yang emosional, bukan strategis.
2. Langsung Masuk Trading Setelah Loss
Jika Anda kembali masuk pasar dengan cepat setelah rugi tanpa mengevaluasi kondisi, strategi, atau rencana trading, kemungkinan besar Anda sedang mengejar kerugian secara emosional.
Trader berpengalaman memperingatkan bahwa masuk pasar terlalu cepat, terutama setelah rugi, biasanya menandakan revenge trading. Sebuah setup yang baik butuh riset dan waktu, bukan reaksi impulsif.
3. Mengabaikan atau Menghapus Stop-Loss
Keputusasaan setelah kerugian sering membuat trader menghapus stop-loss lebih jauh atau bahkan mengabaikannya, berharap harga akan berbalik arah.
Mengabaikan kontrol risiko seperti ini menunjukkan trading berdasarkan emosi, bukan profesionalisme. Perilaku ini hampir pasti akan menyebabkan kerugian yang lebih besar dan tak terkendali.
4. Mengejar harga yang sudah bergerak jauh
Alih-alih menunggu setup sesuai strategi, Anda justru mengejar pergerakan harga yang sudah jauh bergerak, berharap cepat pulih. Terobsesi pada trade sebelumnya, pergerakan pasar, atau peluang yang terlewatkan adalah ciri khas psikologi revenge trading.
5. Melanggar Aturan Trading Sendiri
Saat frustrasi, Anda sering mengabaikan kriteria trading sendiri, seperti setup entry, filter waktu, atau batas risiko, dan mengambil keputusan berdasarkan intuisi. Mengabaikan rencana trading adalah tanda kuat bahwa emosi, bukan logika, yang mengendalikan pilihan Anda.
6. Trading dalam keadaan marah, frustasi atau malu
Jika Anda merasa marah, frustrasi, atau malu usai rugi, dan emosi ini mendorong Anda terus trading, kemungkinan besar Anda sudah dalam mode revenge trading. Trading yang sudah menjadi urusan pribadi berarti Anda telah kehilangan keunggulan.
7. Overtrading setelah loss
Serangkaian kerugian sering kali menyebabkan overtrading. Misalnya, beberapa trading terjadi secara berurutan dengan cepat, bahkan tanpa sinyal yang valid. Dorongan untuk "satu perdagangan lagi saja" sering kali mengakibatkan entri yang buruk, validasi pengaturan yang tidak memadai, dan peningkatan risiko.
8. Masuk Posisi Tanpa Alasan yang Logis
Revenge Trading seringkali tidak rasional. Anda masuk karena merasa harus, bukan karena pengaturannya sesuai aturan Anda. Anda mengesampingkan pengambilan keputusan berbasis bukti dengan emosi, mengubah pasar menjadi medan perang pribadi.
9. Melanggar Batas Kerugian Harian
Setiap trader seharusnya memiliki batasan kerugian harian atau sesi. Jika Anda mengabaikannya dan terus menekan melampaui ambang batas yang Anda tetapkan, Anda membiarkan emosi mengalahkan disiplin, membuat keputusan sadar untuk mengejar kerugian.
10. Menyalahkan market, broker atau faktor luar
Trader yang emosional cenderung menyalahkan pasar, broker, atau algoritma atas kerugian mereka. Mereka menghindari mengakui kesalahan dan menganalisis penyebab eksternal alih-alih pola pikir internal dan kegagalan proses. Penolakan untuk berefleksi merupakan tanda klasik perilaku yang didorong oleh rasa balas dendam.
1) Berhenti dan Tarik Napas Setelah Rugi
Segera setelah perdagangan yang merugi, berhentilah sejenak dan menjauhlah selama 15 hingga 30 menit. Beristirahatlah, catat emosi Anda, atau tinjau pengaturan Anda. Periode pendinginan membantu melepaskan momentum emosional dan memulihkan pemikiran rasional.
2) Terapkan Batas Kerugian Harian dan Jumlah Trading
Tetapkan batas maksimal kerugian harian dan jumlah trading tertentu. Jika batas tercapai, berhenti trading hari itu. Aturan ini melindungi modal dan menjaga stabilitas emosi.
3) Jurnal Emosi Selain Metrik Trading
Catat bukan hanya harga, entri, dan keluar, tetapi juga bagaimana perasaan Anda saat memasuki perdagangan, mengapa, dan apakah Anda menyimpang dari aturan Anda. Seiring waktu, pola akan muncul, membantu Anda menghindari lingkaran emosi.
4) Evaluasi dan Kalibrasi Ulang Strategi
Pastikan strategi trading Anda jelas, dengan aturan entri/exit dan manajemen risiko yang terukur. Strategi yang baik akan membantu mengurangi pengaruh emosi.
5) Melatih Disiplin Emosional di Luar Trading
Praktikkan mindfulness, meditasi singkat, atau olahraga ringan seperti jogging untuk mengelola stres dan ego. Trader yang mengelola emosinya di luar pasar cenderung lebih rasional saat trading.
Menjawab :
Revenge trading berbahaya karena lebih mengutamakan emosi daripada logika. Ini memicu overtrading, manajemen risiko yang buruk, dan pelanggaran rencana trading, yang berujung pada kerugian lebih besar.
Menjawab :
Bisa. Dengan menetapkan batas kerugian, menggunakan jurnal trading, istirahat setelah rugi, disiplin menjalankan rencana trading, dan mengelola emosi melalui mindfulness, Anda dapat menghindarinya.
Menjawab :
Ya, banyak pemula terjebak revenge trading karena kurang pengalaman mengelola emosi saat rugi. Belajar disiplin dan menjaga keseimbangan emosional adalah kunci sukses.
Kesimpulannya, revenge trading bersifat terselubung, berbahaya, dan sangat merugikan. Dimulai dengan emosi, meningkat melalui berbagai perubahan perilaku yang halus, dan berakhir dengan kinerja yang buruk, pelanggaran aturan, dan modal yang terkuras.
Namun, dengan mengenali sepuluh tanda peringatan, seperti peningkatan ukuran posisi, mengabaikan stop loss, atau langsung trading karena frustrasi, Anda dapat melakukan intervensi lebih awal. Pergeseran dari reaksi menjadi refleksi inilah yang membedakan trader profesional dari penjudi emosional.
Penafian: Materi ini hanya untuk tujuan informasi umum dan tidak dimaksudkan (dan tidak boleh dianggap sebagai) nasihat keuangan, investasi, atau nasihat lain yang dapat diandalkan. Pendapat yang diberikan dalam materi ini tidak merupakan rekomendasi dari EBC atau penulis bahwa investasi, sekuritas, transaksi, atau strategi investasi tertentu cocok untuk orang tertentu.
Uraikan hal-hal penting tentang ETF XLU, dari fokus sektor hingga perannya dalam portofolio yang terdiversifikasi.
2025-08-11Bandingkan pola kandil lanjutan dengan indikator teknis untuk melihat mana yang paling sesuai dengan strategi Anda.
2025-08-11Pelajari cara kerja bursa saham sebagai pasar sekuritas yang teregulasi, yang mendorong likuiditas, transparansi, dan harga yang wajar.
2025-08-08