Rupiah melemah 22 paisa menjadi 85,86 per USD karena Sensex turun 625 poin dan Nifty merosot 182 poin. Pendapatan TCS mengecewakan, kekhawatiran perdagangan membebani sentimen.
Pasar keuangan India menghadapi tekanan signifikan pada 11 Juli 2025, dengan rupee melemah menjadi 85,86 per dolar AS sementara indeks saham mencatat penurunan tajam.
Sensex anjlok 625,51 poin dan Nifty turun 182 poin, didorong oleh laporan laba yang mengecewakan dari Tata Consultancy Services serta ketegangan perdagangan global yang kembali memanas.
Aksi jual yang meluas ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap kinerja korporasi dan tantangan eksternal yang memengaruhi ekonomi terbesar ketiga di Asia.
Rupiah Melemah di Tengah Kekuatan Dolar
Rupee India terdepresiasi 22 paise hingga ditutup pada 85,80 per dolar AS pada 11 Juli 2025, menandai level terlemahnya dalam beberapa sesi terakhir. Mata uang ini menghadapi tekanan akibat indeks dolar yang menguat 0,2% setelah Presiden Trump mengisyaratkan akan menaikkan tarif umum menjadi 15-20% dari tingkat saat ini sebesar 10%.
Pelemahan rupee diperburuk oleh arus keluar investor institusional asing (FII) serta kekhawatiran atas defisit transaksi berjalan India. Harga minyak, meskipun mulai stabil setelah volatilitas baru-baru ini, tetap cukup tinggi untuk menekan mata uang negara yang bergantung pada impor tersebut.
Indeks saham acuan India mengalami kerugian signifikan, dengan Sensex anjlok 625,51 poin (0,75%) menjadi 82.564,77 dan Nifty jatuh 182 poin (0,72%) ke 25.173,25. Penurunan ini menjadi kejatuhan harian terbesar dalam lebih dari dua minggu terakhir, mencerminkan tekanan jual yang meluas di berbagai sektor.
Aksi jual dipimpin oleh saham teknologi informasi dan otomotif, sementara sektor barang konsumsi cepat saji (FMCG) dan farmasi berhasil mengungguli pasar di tengah kondisi yang lemah.
Tata Consultancy Services (TCS), perusahaan jasa TI terbesar di India, melaporkan hasil kuartalan yang mengecewakan dan membebani sentimen pasar. Kinerja Q1 FY26 tidak memenuhi ekspektasi analis, menimbulkan kekhawatiran tentang prospek pertumbuhan sektor TI secara keseluruhan di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Indeks Nifty IT terkena dampak paling besar, turun lebih dari 1,5% karena investor mengevaluasi kembali valuasi di sektor teknologi. Saham-saham TI besar lainnya seperti Infosys dan Wipro juga mengalami tekanan jual seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap permintaan dari pasar utama, khususnya Amerika Serikat dan Eropa.
Layanan TI: Turun 1,5%, dipimpin oleh kekecewaan TCS
Otomotif: Turun 1,2% akibat kekhawatiran perdagangan global
Perbankan: Kinerja campuran dengan bank swasta tertinggal
FMCG: Menguat dengan kenaikan 0,3%
Saham Farmasi: Naik 0,5% karena aksi beli defensif
Penurunan pasar bertepatan dengan ketegangan perdagangan yang kembali mencuat ketika Presiden Trump mengancam akan meningkatkan tarif lebih lanjut. Prospek kenaikan tarif AS terhadap berbagai negara, termasuk potensi dampak pada sektor ekspor India, turut berkontribusi pada sentimen risk-off di pasar domestik.
Sektor-sektor berorientasi ekspor India, khususnya tekstil, farmasi, dan layanan TI, menghadapi potensi hambatan jika konflik perdagangan semakin memuncak. Ekspor barang India, yang menunjukkan ketahanan dalam beberapa bulan terakhir, dapat menghadapi tantangan jika kondisi perdagangan global memburuk lebih lanjut.
Melemahnya nilai tukar rupee terhadap dolar dipengaruhi oleh beberapa faktor:
Faktor Domestik:
Arus keluar FII dari pasar saham
Kekhawatiran terhadap pertumbuhan pendapatan perusahaan
Meningkatnya biaya impor, terutama minyak mentah
Faktor Global:
Penguatan indeks dolar AS
Ketidakpastian kebijakan Federal Reserve
Ketegangan geopolitik memengaruhi selera risiko
Bank Sentral India (RBI) telah memantau pergerakan mata uang dengan ketat, dengan kemungkinan intervensi jika volatilitas meningkat secara signifikan. Cadangan devisa bank sentral yang besar tetap menghadapi tekanan dari upaya mempertahankan nilai mata uang di tengah ketidakpastian global.
Indikator ekonomi terkini menunjukkan gambaran yang beragam bagi India. Data produksi industri menunjukkan pertumbuhan moderat, sementara inflasi tetap dalam kisaran target RBI. Namun, kekhawatiran atas pertumbuhan global dan gangguan perdagangan telah mendorong kehati-hatian di kalangan pembuat kebijakan.
Sikap kebijakan moneter RBI tetap akomodatif, dengan fokus bank sentral pada dukungan terhadap pertumbuhan sembari menjaga ekspektasi inflasi tetap terkendali. Setiap eskalasi signifikan dalam ketegangan perdagangan global dapat mendorong penyesuaian kebijakan untuk mendukung perekonomian.
Ke depannya, beberapa faktor akan memengaruhi kinerja pasar India:
Pemicu Domestik:
Laporan laba korporasi yang akan datang
Perkembangan musim hujan dan prospek pertanian
Pengumuman kebijakan pemerintah
Keputusan kebijakan moneter RBI
Faktor Global:
Perkembangan kebijakan perdagangan AS
Sinyal kebijakan Federal Reserve
Tren pertumbuhan ekonomi global
Pergerakan harga komoditas
Arah pasar jangka pendek akan sangat bergantung pada bagaimana faktor-faktor ini berkembang, dengan perhatian khusus pada kualitas laba korporasi dan perkembangan perdagangan global.
Penurunan tajam di pasar India pada 11 Juli 2025, ditambah dengan melemahnya nilai tukar rupee ke 85,86 per USD, mencerminkan gabungan tantangan domestik dan global. Laporan laba TCS yang mengecewakan menimbulkan pertanyaan tentang pertumbuhan sektor TI, sementara ketegangan perdagangan yang kembali mencuat menambah kekhawatiran investor. Kemampuan pasar untuk stabil bergantung pada hasil laba korporasi mendatang, respons kebijakan, dan dinamika perdagangan global yang terus berkembang.
Investor tetap berhati-hati saat menavigasi antara prospek pertumbuhan domestik dan tantangan eksternal, dengan stabilitas mata uang dan kualitas laba perusahaan muncul menjadi tema utama untuk sisa kuartal ini.
Penafian: Materi ini hanya untuk tujuan informasi umum dan tidak dimaksudkan (dan tidak boleh dianggap sebagai) nasihat keuangan, investasi, atau nasihat lain yang dapat diandalkan. Pendapat yang diberikan dalam materi ini tidak merupakan rekomendasi dari EBC atau penulis bahwa investasi, sekuritas, transaksi, atau strategi investasi tertentu cocok untuk orang tertentu.
IHK AS bulan Mei tidak memenuhi ekspektasi, terdampak oleh penurunan harga bensin. Tarif yang lebih tinggi akan mendorong inflasi, seiring dengan kenaikan harga sewa dan pangan.
2025-07-15Dolar Australia melonjak setelah keputusan RBA yang mengejutkan. Apa yang akan terjadi selanjutnya bagi AUD di tengah tarif AS, ekonomi Tiongkok, dan risiko inflasi?
2025-07-15Minyak mentah Brent anjlok lebih dari 2% menjadi $69 per barel karena para pedagang bereaksi terhadap kebijakan Trump terhadap Rusia dan ketidakpastian OPEC+. WTI menyusul, diperdagangkan mendekati $66,40.
2025-07-15